Hai. Kamu apa kabar? Udah makan? Gimana hati? Sehat? Anw,
sekali-sekali pengen mosting yang berbeda dari postingan-postinganku sebelumnya
yang kebanyakan bertemakan gegalauan cecintaan. Hahaha. Pengen berbagi
something..~ hazek~ baru ini bikin postingan yang “beda” karena mungkin
sebelumnya lebih sering menggunakan fitur “quote” atau “chat”, but kali ini mau bikin postingan
tentang review sebuah buku. Ini first
time lho aku review buku di tumblr. Terakhir review buku itu pas SMA karena
tugas sekolah. Fyi aja sih walaupun ga penting juga :p
Well.. Buku ini adalah karya mba tia yang-entah sudah
keberapa- masih tetap mengagumkan. Jilid ke-tiga dari karenapuisiituindah ini dipersembahkan untuk suami tercintanya yang
bertambah usia. Too sweet, right? :’) aku juga mau dong ulang tahun dihadiahi buku nikah..hahaha
Entah apa isi kepalanya, karyanya selalu awesome. Membuat segala rasa yang berkecamuk dalam dada menjadi terlihat sederhana namun indah dalam untaian kata. Tanpa perlu diksi sesulit tingkat dewa, puisinya mampu mewakili apapun yang pernah aku rasakan.
Mba Tia ni lulusan teknik sipil tapi kok puisinya selalu
indah ya.. Finally, I found the answer. She makes the poems from her heart.
That’s why dia menuliskannya dengan bahasa dia yang mudah dipahami dan juga
makna yang tersampaikan pun begitu dalam.
Honestly.. Di KPII Jilid 3 ini ada beberapa puisi yang bikin
aku nangis bacanya. Mungkin karena “baper” merasakan hal yang sama
dengan yang Mba Tia tulis. But, she’s really awesome. Bisa dengan mudah
menyampaikan apa yang sedang dirasa melalui puisi. Dan aku iri dengan bakatnya
itu (kudu belajar banyak nih 😂)
@karenapuisiituindah jilid III ini menggambarkan perjalanan rasa Mba Tia sejak mengenal Tuan-nya hingga mereka akhirnya dipersatukan oleh ikatan hakiki *hazek. Perjalanan rasa yang mba Tia ungkapkan melalui puisi ini selalu manis, ada juga rasa getir karena merindu, rasa khawatir karena terpaut jarak, rasa kehilangan, rasa “ditemukan”, juga rasa gemas menyebalkan yang ditulis di puisinya yang berjudul “Betapa Kau Mampu Begitu Menyebalkan”. Fyi, aku suka banget puisi yang itu. It was describe my feelings :”) hahaha maap curhat.
Terima kasih sekali lagi untuk @karenapuisiituindahyang sudah berbagi rasa melalui karyanya yang apik hingga membuat air mata luber, selain itu dibikin senyam-senyum juga bacanya. hihihi.
karena puisi itu indah nggak harus dengan diksi-diksi susah, yakan? 🙂
Beri wanitamu satu kata, maka engkau akan dibuatkan menara dari banyak kata.
Di antara ruwetnya isi kepala, jalur-jalur drama (seolah-olah) kehidupan yang seperti tidak ketemu pangkal dan ujungnya, buku ini bisa jadi pelesir yang membuatmu senyum tipis-tipis, lalu seketika berubah jadi melankolis. Terutama untuk para pemilik hati yang terluka yang sedang kuncup mekar kuncup mekar.
Karena puisi itu indah, dan indah artinya bukan susah, maka, kesederhanaan dalam setiap kata-kata di buku ini adalah kekuatannya. Membaca KPII Jilid III, saya seperti melihat sosok gadis berkepang dua yang mulai jatuh cinta pada seorang pemuda: manis dan apa adanya, lugu dan tulus, konyol dan naif. Saya tafsirkan dengan bebas dan sesukanya, bahwa wujud asli cinta mungkin memang begitu. Dan ini yang coba Teh Tia perlihatkan melalui KPII Jilid III.
Ketika membaca KPII Jilid III, saya dibawa pada sebuah cerita manis tentang sebuah pertemuan yang malu-malu, jatuh cinta dan harapan. Lalu dibuat satu nasib satu tanggungan, berulang benci pada diri sendiri dengan membaca “Janji yang Takpernah Kutepati”. Kemudian lengkap dibuat berkhayal-khayal oleh “Puisi Pagi Ini, untuk Calon Imamku”.
Buku KPII Jilid III, masih sangat khas Teh Tia dengan gaya bahasanya yang sederhana. Buku ini akan kurang cocok di lidah para penikmat sastra berat. Mungkin KPII Jilid III akan terasa seperti gula-gula kapas, manis tapi sedetik kemudian berlalu dan lupa saja.
Untuk teman-teman yang ingin merasakan kejujuran isi hati dalam kesederhanaan sebuah puisi, KPII Jilid III bisa jadi pilihan. Kalau beruntung, buku @karenapuisiituindah masih bisa didapatkan dengan menghubungi Teh Tia langsung.
Satu lagi, KPII Jilid III lebih istimewa karena buku ini adalah persembahan untuk Purnama milik Teh Tia. (Ihiy!)
Buah hati terbaru dari Mba Tia Setiawati ( @karenapuisiituindah ) ; Karena Puisi Itu Indah Jilid 3. Seperti buah hati sebelumnya, selalu menarik.
Ada yang spesial dari buku kumpulan puisinya kali ini dibandingkan buku-buku sebelumnya (KPII Jilid 1 & 2), yaitu buku ini dipersembahkan dengan penuh cinta untuk suaminya terkasih dalam rangka hadiah pertambahan usia untuk sang suami. Manis yang sebanding dengan isi di dalamnya, saya rasa.
Bagi saya, membaca KPII Jilid 3 dengan tebal kurang lebih 177 halaman ini semacam menikmati sebuah perjalanan. Ada benang merah yang diatur penulis sedemikian rupa, sehingga pembaca seolah diajak berjalan dari satu puisi ke puisi selanjutnya.
KPII Jilid 3 bertotalkan 91 puisi yang disusun dengan alur yang apik. Saya seolah mendengarkan cerita kawan dari bagaimana sedihnya dia setelah perpisahan, bagaimana perjuangnya dia berdamai dengan rindu dan kenangan, juga bagaimana dia menemukan kebahagiaan. Semua terasa sangat jujur, sampai-sampai saya ikut tersenyum ketika semua berujung dengan happy ending.
Saya sangat setuju dengan testimoni salah satu penulis nasional yang tertera di belakang sampul buku, seperti ini katanya; ‘Menulis adalah usaha menuliskan hal rumit dengan cara sederhana atau menulis hal sederhana menjadi rumit. Dan, sepertinya Tia Setiawati memilih usaha pertama.’ Di setiap lembar, @karenapuisiituindah lebih memilih menyederhanakan diksi-diksi yang sukar. Tetap dengan sentuhan lembut dan jujur, beberapa yang saya rasa seolah tersampaikan hanya dengan membaca.
KPII Jilid 3 ini, adalah yang paling saya suka di antara yang lainnya.
Terima kasih sudah menuliskan ini, terima kasih sudah mau berbagi kisah, pemikiran, maupun hati @karenapuisiituindah 🙂
Berikut salah satu puisi yang paling saya sukai, puisi ke 76, halaman 144, Bersamamu:
Puisi lainnya yang saya sukai ialah puisi ke 91, puisi terakhir, seperti dessert; penutup yang manis. Sialnya saya baper seketika. Ingin cepat-cepat nikah saja rasanya. EEEEGIMANA?!!!
Bagi teman-teman yang sedang mencari penghuni baru rak buku juga bacaan, KPII Jilid 3 ini bisa dipertimbangkan. Info lebih lanjut, silakan merapat ke @karenapuisiituindah 🙂
Terima kasih banyak, Nyta. Segera menyusul menelurkan karya ya. 🙂
Menjadi seorang editor, melakukan edit naskah, sama seperti penyanyi yang menyanyi, guru yang mengajar, pemain bola yang bermain bola, koki yang memasak, pelukis yang melukis, dan orang-orang yang berjodoh antara dirinya dengan sesuatu: sudah semestinya, memang itulah dunianya. Hal yang membuat pekerjaan-pekerjaan itu spesial adalah karena tidak semua orang punya kesempatan untuk melakukan itu.
Kesempatan saya menjadi seorang editor ala-ala, datang sekitar 6 tahun lalu. Dengan penyakit minder yang akut, dengan kemampuan ketika itu (dan sampai sekarang) yang saya rasa masih sedikit, saya iyakan. Hasilnya, beberapa kali kena koreksi, beberapa kali malu karena masa lulusan Linguistik, tapi imbuhan yang bener aja gak tahu. Saya keluar kampus, meninggalkan kampus, sepertinya lengkap dengan meninggalkan ilmu-ilmu yang masuk dan mengendap sementara di kepala. Lupa, baca lagi, lupa lagi, baca lagi, lupa lagi. Gitu terus sampai rasanya mau keluar kerja aja, lalu jualan nasi uduk.
Karena bakat, bakat kubutuh (karena butuh), saya tebelin muka saya setiap pergi kerja. Hal pertama yang saya syukuri sebelum uang gaji adalah saya punya teman kerja yang super. Mereka pasti capek dan bosen buat mengingatkan ini salah itu salah, tapi dari mereka justru saya belajar banyak. Satu-satu materi yang samar waktu kuliah, bisa jelas di tempat kerja. Sampai, akhirnya nama saya ada di halaman identitas buku sebagai editor.
Saya gak pernah mau lama-lama pegang buku hasil editan saya. Geli dan malu sendiri. Karena, pasti selalu aja merasa ada kurangnya. Selalu. Bukan merasa deng, tapi memang begitu. -.- Mungkin rasanya sama kayak aktor/aktris yang gak mau lihat akting dia di filmnya sendiri.
Beberapa bulan lalu, tiba-tiba saya dihubungi Teh Tia. Saya dimintai tolong untuk edit naskah KPII Jilid 3. Obrolan dari kanan-kiri, atas-bawah, ngalor-ngidul, akhirnya sampai si naskah KPII Jilid 3 ke email saya. Saya buka, saya baca, terus saya senyum-senyum sendiri. Bagi editor, nemu naskah yang ramah edit itu senangnya ngalah-ngalahin nonton drama Korea terus aktornya lucu. Tapi, ternyata, bener, naskah yang ramah edit sekalipun, tetep susah buat editor yang sedang sakit. Selang berapa hari dari nerima naskah Teh Tia, akuh tergolek lemah takberdaya, maunya makan semangka aja. Naskah yang harusnya bisa selesai cepat, jadinya lambat. Pun, lengkap dengan beberapa kali revisi karena ngedit matanya sambil sipit-sipit, pusing lihat cahaya dari monitor. Bersyukur pisan, Teh Tia sabar. Saya telat dan banyak revisi malah diketawain.
Tugas edit saya selesai, tapi deg-degannya masih. Sambil terus meyakinkan diri sendiri kalau udah gak ada lagi kesalahan yang terlewat. Sambil terus juga gak yakin..
Sampai suatu hari, Teh Tia ngabarin kalau nama saya di bukunya salah cetak. Allahuakbar. Panik? Ya! Pasrah? Ya! Ketawa-ketawa aja berdua, karena nama saya di situ jadi Desi Puji Astuti, yang ternyata Astuti itu nama ibu mertuanya Teh Tia. Tapi, akhirnya semua terlewati dengan lancar. Alhamdulillah.
Saya bukan penulis yang baik. Tulisan saya masih butuh penyuntingan. Setelah sekian tahun sunting naskah orang lain, sunting tulisan orang lain, saya masih sering ragu dan diskusi dengan @langitshabrina mengenai bagaimana seharusnya ini dan itu ditulis, dan sebagainya. Lalu saya bertanya, “kapan saya disunting?!”
Seorang editor (maksudnya saya) mungkin bisa jeli melihat kesalahan pada naskah orang lain, pada tulisan orang lain, tapi agak kurang jeli pada tulisannya sendiri. Hoho.
Dari pengalaman kerja dengan Teh Tia, saya diingatkan kembali mengenai beberapa hal. Bahwa kemampuanmu yang kamu anggap kecil, bisa terasa sangat besar ketika kamu mendapat kepercayaan. Rasa percaya dirimu yang rendah, sebenarnya hanya butuh rasa percaya dari orang-orang bahwa kamu bisa. Dan gak apa-apa sebenarnya kalau kamu selalu merasa kurang, selama kamu mau melakukan sesuatu untuk menutupinya.
Terima kasih karena Teh Tia sudah percaya dan mengizinkan saya untuk masuk golongan pembaca awal KPII Jilid 3. Maafkan karena pasti saya banyak kurang. Semoga lain waktu bisa kerja bareng lagi. Asyik!
Ya Allah panjangnya. Hahaa. Terima kasih sudah mau baca sampai pada beberapa kalimat setelah ini.
@Regrann from @nonamatakecil – Ia bukan lelah mencintai, namun ia lelah mencintai orang yang sama; yang tak mampu menghargai. -Tia Setiawati- #Regrann #kirimankamu
Terima kasih kak, buku nya sudah sampai dengan selamat.
Aku belum baca buku nya, tapi aku yakin isi nyaaaa bagus, aku kenal kak Tia sejak lama (sok sok kenal) sedari 2009an kalo gak salah ngikutin isi Tumblr kakak nya, hampir semua yang di posting kak Tia kusuka. Dulu waktu masih muda 😁, waktu masih kuliah mainan ku Tumblr muluuuu, dikelas buka tumblr, di lab buka tumblr, gak posting apa apa cuma lihat tulisan mu kakkk.
Kadang, sesekali…eh gak sesekali sih, seringkali, tulisan mu “Duh, iya juga ya, bener juga ya”.
Yang aku suka dari tulisan Kak Tia…..gak cinta melulu yang ditulis, banyak hal; banyaaak banget. Ah udah ya gitu aja, nanti kalau sudah baca kukabari.